Pemohon Uji Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden Perbaiki Permohonan

JAKARTA, INEWSTVGROUP.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materiil aturan mengenai ambang batas pencalonan presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Sidang kedua Perkara Nomor 5/PUU-XIX/2022 digelar MK pada Kamis (3/2/2022) di Ruang Sidang MK.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Manahan MP Sitompul tersebut, Lieus yang hadir secara daring mengatakan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan nasihat hakim pada sidang pendahuluan. Ia mengatakan telah memperbaiki kedudukan hukum (legal standing) sesuai dengan merujuk 15 putusan MK. “Kita lengkapi semuanya legal standing-nya 15 putusan MK sama syarat pendirian partai politik dengan syarat menjadi peserta pemilu,” ujar Lieus yang hadir tanpa kuasa hukum.

Menurut Lieus, ambang batas perolehan suara bagi pasangan calon presiden sebesar 20% dianggap berat. Apalagi jika melihat kondisi partai politik saat ini yang hanya berjumlah sebanyak 9 (sembilan) partai yang terdiri dari 7 (tujuh) partai koalisi dan 2 (dua) partai oposisi.

“Dua ini tidak cukup 20%. Jadi, kalau ini tidak diubah, inilah makanya saya bilang suasananya ini menjadi beda dengan dulu. Kalau dulu itu, kita tidak terlalu pikir, partai politik bisa kongsi begini. Sekarang ini, apa yang dimaui oleh partai politik penguasa itu jadi karena dia menguasai 82%. Makanya kalau Pemilu 2024 peraturannya masih mengharuskan 20%. Untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden, rasanya saya bukan mendahului. Malas ikut lagi, apalagi saya ini seperti legal standing ini, saya dirugikan benar,” papar Lieus.

Sebelumnya, pada sidang pendahuluan, Lieus selaku pemohon mendalilkan sebagai perorangan warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk memilih (right to vote) dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Ia mengatakan Pasal 222 UU Pemilu mengharuskan pasangan calon presiden dan wakil presiden memenuhi “persyaratan perolehan kursi partai politik atau gabungan partai politik pengusul paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau 25% dari suara sah nasional” bertentangan dengan Pasal 6 Ayat (2) UUD 1945.

Menurut Pemohon, keberlakuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) tidak memenuhi kedua syarat tersebut. Sebab, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 telah terang mengatur persyaratan pengusulan calon presiden dan wakil presiden. Menurut Pemohon, secara konseptual konstruksi normatif Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 meletakkan 2 (dua) kepentingan secara bersamaan, yaitu hak untuk memilih dan hak untuk dipilih (right to vote and right to be candidate) sebagai hak konstitusional warga negara. Sehingga, lanjutnya, inkonstitusionalitas Pasal 222 UU Pemilu juga berkolerasi pada pelanggaran hak konstitusional Pemohon, yaitu mendapatkan sebanyak-banyak pilihan pemimpin yang akan menyelenggarakan pemerintahan (calon presiden dan calon wakil presiden) pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon agar Mahkamah mengabulkan permohonannya. Selain itu, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat
(Red™)

Artikel yang Direkomendasikan

Comment

error: Content is protected !!