Tak Bedakan Desa dan Desa Adat, UU Desa Diuji

JAKARTA, INEWSTVGROUP.COM-  Sejumlah kepala dan perangkat desa mengajukan pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada Senin (17/1/2022). Para Pemohon perkara yang diregistrasi dengan Nomor 3/PUU-XX/2022 ini mendalilkan Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, dan Pasal 53 UU Desa bertentangan dengan UUD 1945.

Denny Ardiansyah selaku kuasa hukum dari Endang Kusnandar, Mohammad Abdurrahman, Akhib Musadad dan sejumlah kepala desa lainnya dari beberapa daerah di Indonesia, menyebutkan rekonstruksi UU Desa tidak membedakan antara desa dan desa adat. Padahal, sambung Denny, desa berlaku umum sedangkan desa adat memiliki pengaruh adat terhadap sistem pemerintah lokal, pengelolaan sumber daya, dan kehidupan sosial budaya masyarakat desa tersebut. Para Pemohon menilai UU Desa telah keliru memahami dan memaknai kedudukan desa sehingga menggiring semua desa menjadi desa administratif.

Selain itu, pada perkara ini para Pemohon juga mengajukan pokok permohonan di antaranya tentang pemerintah desa dan kepala desa; pemilihan kepala desa yang diatur secara limitatif sehingga desa kehilangan ciri khas dalam model demokrasi untuk pemilihan pemimpin desa; pemberhentian kepala desa; dan permasalahan perangkat desa yang diatur secara normatif sehingga menimbulkan kebingungan masyarakat pada beberapa desa yang tidak mengenal sekretaris desa dan perangkat lainnya.

“Petitumnya kami meminta Mahkamah mengabulkan permohonan secara seluruhnya dan menyatakan 25 pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 18B yat (2), Pasal 28C ayat (2), serta Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945,” kata Denny yang hadir secara daring pada sidang yang dipimpin Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dengan didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Daniel Yusmic P. Foekh.

Kedudukan Hukum

Terkait perkara ini, Hakim Konstitusi Wahiduddin meminta agar para Pemohon mempertegas kedudukan hukum yang terdiri atas kepala desa, perangkat desa, dan perseorangan warga negara. Selain itu, menurut Wahiduddin, penting untuk para Pemohon memperkuat 25 norma pasal yang diujikan dengan dasar pengujiannya yang benar-benar bertentangan serta merugikan hak konstitusional para Pemohon.

“Dari banyak pasal ini, di mana letak pertentangannya bukan kerugian secara global. Jadi perlu uraian yang jelas terhadap pasal yang diujikan dan dikaitkan dengan batu ujinya. Di mana letak kerugiannya, bukan asumsi-asumsi saja,” kata Wahiduddin.

Berikutnya, Hakim Konstitusi Daniel mengatakan agar para Pemohon mempertimbangkan untuk memperhatikan syarat pengujian formil dan materil pengujian undang-undang di MK sesuai dengan aturan terbaru. Daniel juga meminta para Pemohon yang berstatus kepala desa untuk melampirkan SK pengangkatannya.

“Tak lupa pula para Pemohon menguraikan secara detail kerugian konstitusionalnya sebagai kepala desa, perangkat desa, dan perseorangan warga negara baik potensial maupun faktual,” jelas Daniel.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny memberikan nasihat agar para Pemohon menyempurnakan uraian kedudukan hukum para Pemohon yang menginginkan 25 pasal pada UU Desa ini bertentangan dengan UUD 1945.

“Coba dipikirkan apakah 25 pasal ini inkonstitusional. Jika iya, di mana masalah konstitusionalitas normanya, bukan implementasinya. Selain itu, ada tanggung jawab para Pemohon menyertakan argumentasi dari tiap pasal-pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan konstitusi,” tandas Enny. (Red™)

Artikel yang Direkomendasikan

Comment

error: Content is protected !!